Sumsel Independen — Diskusi Dies Natalis FISIP UNSRI ke-40 pada Kamis (2/03) lalu membahas materi Multikulturalisme dan Dinamika Politik Lokal Sumatera Selatan. Aris Munandar, seorang alumni FISIP UNSRI, mengemukakan pendapatnya bahwa siapapun berpasangan dengan Anita Noengrihati akan memenangkan Pilgub Sumsel 2024.
Aris menjelaskan bahwa politik berbicara tentang negara, demokrasi, dan kompetisi. Dia mengatakan bahwa kompetisi dalam demokrasi melibatkan beberapa pihak sebagai peserta dengan latar belakang yang berbeda. Perbedaan latar belakang ini dapat terjadi dari sisi partai pendukung, visi misi, dan lain sebagainya.
Menurut Aris, politik itu berbicara tentang negara, demokrasi, kompetisi dan lain sebagainya. “Kompetisi dalam demokrasi tentu saja ada beberapa pihak sebagai peserta kompetisi dengan latar belakang yang berbeda bersaing untuk menduduki jabatan politik tersebut,” kata Aris.
“Perbedaan latar belakang yang dimaksud bisa jadi berbeda dari sisi partai pendukung, berbeda visi misi, dan lain sebagainya,” tambah Aris.
Lebih lanjut, Aris menyebut bahwa perilaku memilih (voting behavior) ditentukan oleh tiga faktor yaitu sosiologis, psikologis, dan rasional. Dia juga menekankan bahwa faktor sosiologis, khususnya afiliasi etnik, sangat dominan dalam pilgub Sumsel sebelumnya.
“Melihat pilgub-pilgub selama ini, saya lihat yang paling dominan adalah faktor sosiologis, khususnya afiliasi etnik. Contohnya pilgub 2018 lalu, di mana Herman Deru kuat di wilayah Ogan dan Komering, sementara Dodi kuat di wilayah Lahat, Pagaralam dan sekitarnya,” jelas Aris.
Namun, Aris menambahkan bahwa selama ini belum ada yang melihat kekuatan politik lain di luar etnisitas lokal Sumsel, yaitu banyaknya penduduk berlatar belakang etnik Jawa. Menurut sensus 2010, Sumatra Selatan didominasi oleh sekitar 55 persen etnik lokal Sumsel, 27 persen etnik Jawa, dan suku-suku bangsa lainnya.
“Ya karena tadi kita berdiskusi tentang Dinamika Politik Lokal saya melihat akan ada tantangan apakah kita sudah cukup puas dan nyaman dengan kepemimpinan daerah se-sumsel-an bae atau akan ada tuntutan terhadap variasi gaya kepemimpinan,” tutur Dosen MIP Tamansiswa ini.
Aris juga mengungkapkan bahwa kalau memang ada aspirasi untuk variasi gaya kepemimpinan, maka kekuatan yang potensial adalah suara penduduk berlatar belakang Jawa. Dia menjelaskan bahwa jika 55 persen berkompetisi, maka penentunya adalah pemilik saham yang 27 persen.
“Jadi ketika yang 55 persen berkompetisi, maka penentunya adalah pemilik saham yang 27 persen. Itu juga kalau ada tokoh yang mampu menyatukan suara 27 persen itu,” jelas Aris.
Aris menunjukkan beberapa tokoh politik sebagai representasi Jawa seperti Slamet Somosentono dan Hj Suwarti. Namun, mereka masih bermain di ranah kabupaten. Aris mengatakan bahwa politik lokal Sumatra Selatan akan menjadi lebih dinamis jika ada tokoh yang mampu menyatukan suara 27 persen itu.
“Lalu siapa yang bakal menikmati saham 27 persen itu? Sekarang kan kita mengenal beberapa tokoh politik sebagai representasi Jawa seperti Slamet Somosentono yang sekarang menjabat Wakil Bupati Banyuasin, Hj Suwarti yang dua kali menjabat Wakil Bupati Musi Rawas, mungkin ada lagi yang lain. Tapi mereka masih bermain di ranah kabupaten. Sementara yang bermain di tataran provinsi saya melihat yang jadi ketua DPRD Sumsel itu,” sambung Aris.
Aris mengakhiri diskusi dengan menyatakan bahwa apakah hal ini bakal terjadi atau tidak, tergantung dari aspirasi yang berkembang di masyarakat Sumatra Selatan. Jika hal ini terjadi, politik lokal Sumatra Selatan akan menjadi lebih dinamis.
Cak_In
<
Tidak ada komentar