Griya Literasi

Bisnis di Lingkungan Pemuka Agama

Sabtu, 27 Mei 2023 20:31 4 menit membaca
PEMKAB MUBA

Refleksi: Petrus Pramono (Jurnalis Sumselindependen.com)

Sumsel Independen — Pada era modern ini, fenomena flexing atau pamer kekayaan semakin mengemuka di berbagai kalangan, tak terkecuali di kalangan pemuka agama. Baru-baru ini, muncul berbagai perbincangan mengenai flexing yang dilakukan oleh sejumlah Pemuka Agama, mengundang perhatian dan kekhawatiran masyarakat. Fenomena ini menjadi rawan penyelewengan, terutama karena banyak masyarakat yang dengan tulus memberikan sumbangan kepada tempat ibadah atau organisasi agama, berharap uang tersebut akan digunakan untuk membantu sesama yang membutuhkan.

Dalam sebuah video yang diunggah di YouTube, Prof. Rhenald Kasali membahas fenomena ini secara mendalam. Ia mengungkapkan keprihatinan akan banyaknya pemuka agama yang terlibat dalam flexing dan penyalahgunaan dana umat. Para pemuka agama seharusnya menggunakan sumbangan dari umat untuk membantu fakir miskin, namun kenyataannya, banyak dari mereka justru terlihat menggunakan kendaraan mewah dan fasilitas-fasilitas pribadi yang tidak sejalan dengan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai pemuka agama.

Dalam diskusi tersebut, Prof. Rhenald Kasali mengutip perkataan seorang evangelis yang mengatakan, “when you do business with people, you need money (ketika anda berbisnis dengan seseorang, anda butuh uang). Tetapi ketika Anda melakukan bisnis dengan Tuhan, Anda membutuhkan iman (red: Reinhard Bonnke).” Ini menggambarkan bahwa hubungan dengan Tuhan seharusnya didasarkan pada keyakinan dan kepercayaan, bukan semata-mata tentang kekayaan material.

Sayangnya, fenomena ini tidaklah baru. Banyak kasus penyelewengan dalam lingkungan pemuka agama telah terungkap seiring berjalannya waktu. Beberapa pemuka agama bahkan terlibat dalam kasus-kasus yang melibatkan jet pribadi, rumah mewah, dan gaya hidup mewah lainnya yang jauh dari ideal seorang pemuka agama. Hal ini sangat menyakitkan bagi umat yang telah memberikan sumbangan mereka dengan harapan mendapatkan keberkahan dan kemakmuran, namun tidak mendapatkan apa yang dijanjikan.

Salah satu contoh terbaru yang menghebohkan adalah kasus Kenneth Copeland dan Gloria Copeland. Pasangan ini sedang menjadi perbincangan karena meminta sumbangan umat untuk membeli pesawat jet pribadi yang kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Menariknya, Gloria Copeland juga merupakan pendeta dan merupakan istri dari mantan presiden Donald Trump, yang juga terlibat dalam pernyataan politik yang kontroversial.

Dalam konteks ini, Prof. Rhenald Kasali Tanto menjelaskan dua model bisnis yang perlu diperhatikan dalam lingkungan pemuka agama. Model pertama adalah bisnis massa, di mana pemuka agama berusaha mengumpulkan banyak massa dengan tujuan politik tertentu. Model kedua terkait dengan teologi kemakmuran, di mana pemuka agama berbicara tentang bagaimana menjadi kaya dan mengajak umat untuk menyumbangkan uang dengan harapan mendapatkan kemakmuran. Namun, ironisnya, uang sumbangan tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi pemuka agama tersebut.

Griya Literasi

Lantas, bagaimana cara mengenali flexing dan penyelewengan dalam lingkungan pemuka agama? Prof. Rhenald Kasali memberikan beberapa ciri yang perlu diperhatikan. Pertama, pemuka agama seringkali menjanjikan balasan berlipat ganda bagi umat yang memberikan sumbangan kepada organisasi yang mereka dirikan. Kedua, mereka menggunakan pendekatan emosional, terutama menarik perhatian orang-orang yang sedang mengalami kesulitan atau kesedihan. Ketiga, uang sumbangan umat digunakan untuk kepentingan pribadi pemuka agama tersebut, bukan untuk membantu kaum fakir miskin.

Ciri-ciri berikutnya adalah pemuka agama tersebut memiliki gaya hidup yang sangat duniawi, tidak sesuai dengan ajaran yang mereka sampaikan di atas mimbar. Ceramah mereka penuh dengan semangat dan motivasi seperti seorang motivator, jauh berbeda dengan tindakan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, mereka mencitrakan diri sebagai artis dengan penampilan dan gaya hidup yang mengikuti tren artis. Keenam, mereka menarik tarif untuk pelayanan atau kehadiran mereka. Jika tidak ada bayaran, mereka tidak akan datang.

Selain itu, pemuka agama juga sering menjual ayat-ayat sesuai dengan kepentingan mereka. Mereka menggunakan ayat-ayat tertentu, seperti ayat tentang sedekah dan kekayaan, ayat politik, ayat tentang jodoh, atau ayat tentang permusuhan, sesuai dengan pesanan yang mereka terima. Mereka juga mengklaim menerima mimpi atau ilham dari Tuhan, seolah-olah Tuhan berbicara langsung kepada mereka. Namun, pada kenyataannya, tindakan mereka seringkali tidak sejalan dengan ajaran agama yang mereka sampaikan.

Perlu dicatat bahwa tidak semua pemuka agama terlibat dalam praktik flexing dan penyelewengan. Banyak pemuka agama yang tetap setia menjalankan tugas mereka dengan integritas dan mengutamakan pelayanan kepada umat serta kepentingan yang lebih besar daripada kepentingan pribadi dan mencerminkan dedikasi dan kesederhanaan dalam menjalani kehidupan sebagai pemuka agama.

Menurut hemat penulis, dalam menghadapi fenomena ini, penting bagi masyarakat untuk tetap mempertahankan keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan. Kita tidak boleh terpengaruh oleh praktik-praktik yang menyimpang dari nilai-nilai agama yang sejati. Seperti yang dikatakan dalam sebuah kitab suci, “cinta uang adalah salah satu akar dari berbagai kejahatan.” Oleh karena itu, marilah kita tetap kritis dan waspada terhadap terhadap pengajaran-pengajaran yang kita terima.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


    MAJALAH TERBARU

    Majalah Independen Edisi LIV

    Sponsor

    Wujudkan Supremasi Hukum
    <

    Majelis Dzikir Ustadz H. Hendra Zainuddin

    Bengkel Las Listrik Karya Jaya

    Perumahan

    xBanner Samping
    xBanner Samping
    Beranda Cari Trending Lainnya
    Dark Mode