Griya Literasi

Dinilai Tak Memiliki Urgensi Jadi UU, Kosgoro 1957 Tolak RUU HIP  

Sabtu, 20 Jun 2020 19:21 5 menit membaca
PEMKAB MUBA

Sumsel Independen– Pimpinan Pusat Kolektif Kosgoro 1957 menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) karena dinilai tidak memiliki urgensi untuk diproses menjadi Undang-Undang. Pendapat ini tertuang dalam pernyataan sikap yang ditandatangani PLT Ketua Umum, H. Syamsul Bachri dan Sekretaris dan Jenderal M. Sabil Rachman serta diketahui Ketua Majelis Pertimbangan, H.R Agung Laksono, Sabtu (20/6).

Dalam pernyataannya, Kosgoro mencermati perkembangan dan situasi politik nasional, sangat menguat gejala yang mengarah pada munculnya kelompok yang dapat dikatakan mencoba mengganti ideologi negara yakni Pancasila.

“Kelompok ini baik dari ekstrim kanan maupun ekstrim kiri, berusaha memaksakan kehendaknya dengan cara-cara yang bertentangan dengan ideologi bangsa yang kita anut dan yakni sebagai alat pemersatu bangsa,” kata Syamsul dalam rilisnya.

Kelompok ini, terangnya, meski tidak secara terang-terangan, berusaha mengkampanyekan dan mengembangkan ideologi yang berlawanan dengan dasar negara yaitu Pancasila dengan berbagai macam cara. Kelompok ini dengan sengaja, menyebarkan paham-paham yang secara ideologis sangat bertentangan dan menyimpang dari Pancasila sebagai falsafah negara.

“Sebagai falsafah, ia menjadi sumber dari segala sumber hukum untuk menguatkan sebuah tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk menjadi landasan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan,” ungkapnya.

Dikatakan, Pancasila juga merupakan sebuah ideologi yang dapat menjadi perekat semua kelompok masyarakat. Pancasila diyakini merupakan titik temu (common platform) bagi keberagaman suku, agama, ras dan budaya serta latar belakang yang berbeda dan hidup di Indonesia.

“Dalam perspektif itulah sebagai kekuatan nasional yang selama ini telah dan ikut berjuang mempertahankan Pancasila sebagai Ideologi negara maka menjadi sangat penting bagi Kosgoro 1957 untuk hadir dan mengingatkan kembali, kepada semua pihak dan elemen bangsa untuk tetap konsisten dan tidak menganggap sepi akan hadirnya ancaman yang sangat membahayakan posisi ideologi Pancasila baik dari kelompok ekstrim kanan maupun ekstrim kiri,” ungkapnya.

Sejarah telah mencatat, sambungnya, berbagai usaha penggantian ideologi negara yang sah pernah dilakukan oleh mereka yang tidak percaya dan berkehendak mengkhianati keluhuran nilai-nilai Pancasila. Lintasan sejarah dapat merekam usaha mereka yang berkeinginan mengganti ideologi Pancasila antara lain pembrontakan DI/TII pimpinan Kartosuwiryo di Jawa Barat, Partai Komunis Indonesia pimpinan Muso di Madiun Jawa Timur pada tahun 1948, kemudian tragedi yang paling menyayat adalah kudeta PKI melalui Gerakan Tiga Puluh Setember (Gestapu) pada tanggal 30 September 1965. Peristiwa terakhir ini menelan korban baik TNI maupun warga sipil dengan jumlah yang diperkirakan jutaan orang.

“Kini, setelah Indonesia memasuki babak baru era kebebasan dan demokratisasi ada sebagian kelompok masyarakat yang mencoba memutarbalikkan fakta. Mereka berusaha membangun dan menggiring opini bahwa PKI adalah korban, bukan pelaku pengkhianatan sebagaimana teks sejarah yang tersedia selama ini,” paparnya.

“Mereka secara sistematis membangun persepsi publik, melalui buku, media massa dan media sosial. Meski peristiwa pengkhianatan PKI pada 30 September tahun 1965, dari sudut pandang ilmiah akademik, masih banyak versi, tapi secara historis, filosofis, yuridis dan sosiologis, ajaran komunisme / marxisme – lenisme sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila,” katanya kembali.

Griya Literasi

Masih dalam pernyataannya, Sila pertama Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa”, menempatkan Tuhan Yang Maha Esa yang satu itu menjadi sendi, jiwa dari semua sila, yang berarti menjadi pedoman dalam tata kelola kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbeda dengan ajaran Komunisme, yang menihilkan keberadaan Tuhan. Oleh karena itu secara yuiridis, melalui Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 bahwa Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/Tahun 1966 Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Lenisme dinyatakan tetap berlaku.

“Dengan ketetatapan MPR RI ini, artinya bahwa secara hukum, larangan yang terkait dengan PKI, ajaran Komunisme/Marxisme-Lenisme, atribut dan simbol serta perangkat-perangkatnya dilarang di bumi Indonesia. Apalagi berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, kedudukan dan hirarki Tap MPR RI, berada dibawah UUD 1945,” tegasnya.

Berikut pokok-pokok pikiran:

  1. Dilihat dari dimensi Kesejarahan Kosgoro maka kelahiran GOLKAR tidak bisa dilepaskan dari eksistensi Sekretariat Bersama GOLKAR pada tanggal 20 Oktober 1964 yang lahir diatas semangat untuk menghadirkan kekuatan Partai Politik dalam menghadapi pengaruh Partai Komunis Indonesia.Dinamika politik aliran yang berkembang di era demokrasi parlementer, melahirkan Partai Komunisme Indonesia yang berideologi Komunis, sangat dominan dan menguat, sehingga TNI Angkatan Darat membentuk berbagai macam bentuk kerjasama dengan masyarakat sipil yang anti terhadap PKI. Untuk menghadapi ancaman PKI, TNI Angkatan Darat antara lain mendirikan organisasi-organisasi masyarakat yakni Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), Koperasi Serba Guna Gotong Royong (KOSGORO) dan Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR). Partai Golongan Karya, sebelumnya bernama Golongan Karya (GOLKAR) dan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber GOLKAR), adalah sebuah partai politik di Indonesia yang lahir untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam kehidupan politik.
  2. Kosgoro 1957 meminta aparat penegak hukum (TNI-Polri dan Kejaksaan) untuk tidak ragu-ragu menindak tegas dengan tetap mengedapankan hukum kepada pihak-pihak yang telah sengaja menyebarkan faham dan ajaran Komunisme/Marxizme – Lenisme serta simbol-simbol PKI. Aparat hukum mempunyai dasar hukum yang kuat untuk bertindak yaitu dilindungi Tap MPR RI, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara dan Undang-Undang KUHP dalam melakukan tindakan kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung menyebarkan, mengkampanyekan faham Komunsime/Marxisme-Lenisme dan simbol-simbol dan atau lambang Partai Komunis Indonesi (PKI)
  3. Kosgoro 1957 meminta kepada elite politik dan kelompok-kelompok masyarakat sipil, untuk menahan diri, tidak bertindak diluar koridor hukum jika menemukan usaha-usaha yang mengarah pada kegiatan yang bertentangan dengan falsafah negara Pancasila dan sebaiknya permasalahan itu diserahkan kepada aparat penegak hukum. Seiring dengan itu, para pejabat negara untuk memberikan suri tauladan yang baik mengenai pengamalan nilai-nilai Pancasila secara konsekuen dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam melayani kepentingan publik.

“Berdasarkan pandangan diatas maka Pimpinan Pusat Kolektif Kosgoro 1957 berpendapat bahwa Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila tidak memiliki urgensi untuk diproses menjadi Undang-Undang,” tutupnya. (Ril)

Cak_In

Cak_In

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


    MAJALAH TERBARU

    Majalah Independen Edisi LIV

    Sponsor

    Wujudkan Supremasi Hukum
    <

    Majelis Dzikir Ustadz H. Hendra Zainuddin

    Bengkel Las Listrik Karya Jaya

    Perumahan

    xBanner Samping
    xBanner Samping
    Beranda Cari Trending Lainnya
    Dark Mode