Griya Literasi

Guru Besar Pertanian UGM Sebut Perlu Strategi Alternatif Untuk Libatkan Petani Milenial

Minggu, 16 Okt 2022 19:34 5 menit membaca
PEMKAB MUBA

Sumsel Independen – Pada dekade terakhir sejak Orde Reformasi. Dunia Pertanian Indonesia dilanda sebuah persoalan besar menurun minat generasi muda, kaum millennial. Mereka dirasakan kurang terlibat terjun dalam sektor Pertanian.

Bahkan tiap tahun petani millennial jumlahnya semakin berkurang kehadiran dalam lapangan Pertanian Indonesia. Padahal Pertanian modern yang digadang saat ini sangat membutuhkan panggilan anak-anak muda tersebut untuk berkontribusi.

Pendapat ini disampaikan Guru Besar Pertanian Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Ir. Dwidjono Hadi Darwanto, M.S. disela-sela Seminar Nasional bertajuk Agripreneurship sebagai Re-solusi Pengembangan Generasi Petani Millennial dan Penyejahteraan Sosial Ekonomi Keluarga Petani. Diselenggarakan oleh Laboratorium Biometrika Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (Unsri) pada Sabtu, (15/10) di Kampus Fakultas Pertanian Unsri Kelas Palembang.

Prof. Dr. Ir. Dwidjono Hadi Darwanto, M.S. Guru Besar bidang Ekonomi Pertanian dan Agribisnis UGM menilai Pertanian Indonesia masih di dominasi petani berusia tua dengan produktivitas yang semakin berkurang.

Akibatnya, produktivitas Pertanian seakan menurun, termasuk pendapatan dan kesejahteraan para petani. Sehingga image dalam dunia Pertanian seakan kurang menjanjikan.

“Kajian saya dalam dua tahun terakhir ini berdasar data ada 18 persen Rumah Tangga Petani di Indonesia justru keluar dari dunia Pertanian. Sementara ada sekitar 34 persen dari total petani Indonesia merupakan Rumah Tangga petani yang berada pada level tidak memiliki lahan atau petani gurem. Kondisi ini merupakan jelas suatu warning yang memprihatinkan bagi keberlanjutan Pertanian Indonesia”, kata Dosen Senior UGM kelahiran Jakarta, 12 Maret 1956.

Kondisi Pertanian yang seolah tidak menjanjikan kesejahteraan ini. Membuat timbulnya minat rendah para millennial Indonesia unjuk kerja disektor Pertanian.

Situasi ini menciptakan keterancaman Indonesia akan kehilangan profesi petani produktif pada masa-masa ke depannya.

“Data-data yang saya miliki memperlihatkan dalam kurun waktu 2011-2021. Sektor Pertanian ditekuni anak muda menurun drastis dari sebesar 30 persen ke 17 persen. Hal ini berbeda pada keterlibatan kaum millennial pada dua sektor, jasa dan manufaktur yang terus meningkat. Ditambahkan data, saya melihat petani berusia dibawah 25 tahun sangat sedikit dibanding kelompok-kelompok usia lain. Saat ini pada sektor Pertanian kita dikuasai oleh petani dengan rentang usia petani 45-65 tahun. Sehingga dapat dibayangkan dunia Pertanian kita masih di dominan oleh petani berusia tua antara 55-64 tahun. Ini yang membuat Pertanian kita seolah sektor yang tidak menjanjikan. Kondisi ini berbeda dengan negara-negara lain seperti Thailand, Cina, Korsel dan Jepang”, papar guru besar yang tinggal di dusun Ngawen, Trihanggo, Gamping, Sleman, Yogyakarta ini.

Disela paparan dan diskusi menarik Beliau yang dimoderatori sangat keren oleh Dr. Riswani ditengah 380 peserta seminar. Yang berasal dari para peneliti, penyuluh, pemangku kebijakan, praktisi, pemerhati masalah Pertanian dan mahasiswa berbagai PTN dan PTS. Baik dari Sumatera Selatan maupun luar Sumsel.

Menurut Ketua Pengkajian Kebijakan dan Lingkungan Pertanian UGM ini. Ditengah rasa pesimis ini. Harus ada berbagai strategi alternatif agar kaum muda millennial mau berkecambah, bertunas dan berkembang dalam Pertanian Indonesia.

“Kita sangat membutuhkan masuknya kaum millenial untuk bekerja sebagai petani. Sebab petani inilah yang menjadi produsen utama bahan pangan, buah-buahan dan sayur-mayur yang essensial diinginkan bagi kehidupan manusia. Pertanian kita menginginkan kaum muda produktif, inovatif dan kreativ yang mampu mengelola Pertanian modern dengan berbagai teknologi maju didalamnya.

Sehingga dunia Pertanian kudu berkembang menjadi progresif,” jelas lulusan terbaik University of the Philippines Los Banos.

 “Kajian saya, menafsir bahwa umumnya kaum millennial tidak mau terjun ke Pertanian. Karena pandangan kaum muda yang menganggap pekerjaan sebagai petani itu berada pada lingkungan yang kurang bersih, kolot dan tak maju. Ditambah image pendapatan seorang petani umumnya sangat kecil dan tidak memadai dengan tingkat kesejahteraan rendah”, kata guru besar yang telah mempublikasikan 84 buah buku Pertanian ini.

Lebih lanjut secara alamiah namun sangat fundamental menurut Beliau image ini yang harus dikontruksi. Dengan menempatkan para millennial sebagai agri-preneurship yang bisa bekerja di lingkungan pekerjaaan yang bersih dan dapat memberi pendapatan tinggi. Sekaligus para millennial yang bekerja di Pertanian ini mampu mengolah mejadi bahan setengah jadi atau malah bahan jadi hasil usaha tani sehingga berdampak pada peningkatan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP).

Menurut Beliau paling tidak ada tiga hal yang diperbaiki dalam Pertanian nasional.

“Pertama, menurut saya harus ada pengubah suaian dan dikembangkannya Pertanian modern. Tentu modernisasi Pertanian ini dimulai dengan penemuciptaan berbagaiteknologi mulai dari mesin pengolah tanah, hingga mesin pemupukan serta mesin panen. Teknologi Pertanian ini mesti menggunakan remote control dan digitalisasi dan mutakhir sehingga gambaran petani sebagai profesi yang beraktivitas pada hal yang kotor dapat diminilisir. Selanjutnya, kudu hadir refresentasi alternatif Pertanian nan mampu berpendapatan lebih. Salah satunya dengan munculnya Pertanian berbasis hidroponik, aquaponik atau aquaculture. Seperti di Korea, Cina dan Jepang. Ketiga, dunia Pertanian yang tengah dihantam krisis kekurangan lahan harus dapat memanfaatan berbagai pekarangan dan roof-top yang dikelola mandiri para petani millennial seperti di Thailand”, papar guru besarsosial ekonomi Pertanian dan agribisnis UGM. Guru Besar UGM yang banyak melahirkan pakar-pakar Pertanian di seluruh wilayah Nusantara.

Pada kesempatan seminar Agri-preneurship Fakultas Pertanian Unsri ini menyampaikan paparan tentang Peluang Pengembangan Agribisnis bagi Petani Milenial dan peningkatan kesejahteraan Petani di Indonesia. Beliau berdampingan dengan salah satu koleganya dari Unsri, Prof. Fachrurrozie Sjarkowi.

Sementara guru besar kondang Pertanian Universitas Sriwijaya, Prof. Fachrurrozie Sjarkowi membentangkan kajian dengan judul Memacu Geliat Wirausaha dengan Membangkitkan Nyali Agripreneur pada Generasi Muda. Selain itu hadir juga salah satu murid kesayangannya Dr. Tedy Dirhamsyah.

Yang menjabat Kepala Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (BALITTRI) Kementan RI. Beliau memaparkan Peran Petani Milenial dalam Pengembangan Agroindustri dan Peningkatan Kesejahteraan Petani. (Ril)

Cak_In

Cak_In

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


    MAJALAH TERBARU

    Majalah Independen Edisi LIV

    Sponsor

    Wujudkan Supremasi Hukum
    <

    Majelis Dzikir Ustadz H. Hendra Zainuddin

    Bengkel Las Listrik Karya Jaya

    Perumahan

    xBanner Samping
    xBanner Samping
    Beranda Cari Trending Lainnya
    Dark Mode