Griya Literasi

Kristen Muhammadiyah dan NU Cabang Nasrani: Benteng Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Kamis, 1 Jun 2023 20:50 4 menit membaca
PEMKAB MUBA

Sumsel Independen — Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), dua ormas Islam terbesar di Indonesia, telah lama menjadi simbol kerukunan dan Pluralisme agama di negara ini. Kedua ormas tersebut tidak hanya sekadar jargon, tetapi telah mewujudkan keragaman agama dalam kehidupan sehari-hari. Baru-baru ini, muncul istilah “Kristen Muhammadiyah” atau Krismuha setelah diskusi mengenai buku berjudul “Kristen Muhammadiyah: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan” di Jakarta pada Senin (22/5/2023). Istilah ini sebenarnya telah lama ada, tetapi kembali mendapatkan perhatian bersamaan dengan penerbitan buku yang lebih kaya data.

“Buku ini bukan menggambarkan fenomena sinkretisme atau pencampuran agama antara Kristen dengan Islam, melainkan hanya mengungkap fenomena sosial mengenai toleransi di daerah-daerah terpencil di Indonesia, yang menjadi basis penelitian, terutama di daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T),” kata Prof. Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, yang merupakan salah satu penulis buku tersebut.

Selain istilah Krismuha, juga terdapat istilah “NU Cabang Nasrani” yang sebelumnya telah menjadi sorotan dan mendapatkan tanggapan dari Budayawan Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun. Menurut Cak Nun, istilah ini sebenarnya telah ada sejak 30 tahun yang lalu dan merupakan cara untuk mempererat hubungan dan humor antara umat Muslim dan Nasrani.

Pernyataan “NU Cabang Nasrani” yang disampaikan oleh Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil, pada pertemuan dengan Kapolri terpilih, Jenderal Listyo Sigit, juga menjadi perhatian. Pernyataan tersebut menggambarkan kedekatan Kapolri dengan para ulama dan warga NU.

Namun, Cak Nun menegaskan bahwa istilah ini tidak perlu ditafsirkan secara teologis atau fikih, karena itu tidak mungkin terjadi. Istilah ini lebih merupakan bagian dari keakraban dan humor dalam masyarakat. Cak Nun juga menekankan pentingnya mengungkapkan sesuatu dengan hati-hati dan memahami konteksnya.

Dalam konteks kerukunan antarumat beragama, baik Muhammadiyah maupun NU telah menunjukkan sikap inklusif dan toleransi. Dalam beberapa kasus, anggota Banser, organisasi otonom di NU, bahkan turut menjaga gereja saat umat Kristen merayakan Natal, menunjukkan semangat pengayoman dan Persaudaraan antaragama.

Selain itu, di Pulau Bali, anggota Banser sudah terbiasa berbaur dengan umat Hindu dan bekerja sama dengan pecalang dalam mengamankan perayaan agama Hindu.

Di beberapa daerah terpencil, seperti Ende (NTT) dan Toraja (Sulawesi Selatan), terdapat juga komunitas Kristen yang memiliki ikatan erat dengan Muhammadiyah dan NU. Mereka hidup berdampingan dalam Harmoni dan saling menghormati dalam kehidupan sehari-hari. Dalam upaya membangun kerukunan antarumat beragama, komunitas Kristen ini berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial dan budaya yang diadakan oleh Muhammadiyah dan NU.

Griya Literasi

Salah satu contoh konkret adalah kegiatan Pelayanan sosial bersama yang dilakukan antara warga Muhammadiyah, NU, dan komunitas Kristen dalam mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar. Mereka bekerja sama dalam pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi masyarakat, pendidikan, dan kesehatan. Melalui kolaborasi ini, mereka mampu mengatasi perbedaan agama dan memprioritaskan kepentingan bersama untuk kesejahteraan masyarakat.

Bentuk kerukunan yang terjalin antara Muhammadiyah, NU, dan komunitas Kristen ini bukanlah hal yang baru. Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah dan NU telah mendedikasikan diri untuk melayani umat dan masyarakat tanpa memandang perbedaan agama. Mereka memiliki visi yang sama dalam membangun bangsa Indonesia yang berlandaskan nilai-nilai keadilan, perdamaian, dan Persaudaraan.

Kesadaran akan pentingnya kerukunan antarumat beragama semakin diperkuat dengan adanya fenomena intoleransi dan konflik agama yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Dalam menghadapi tantangan ini, Muhammadiyah, NU, dan komunitas Kristen sebagai benteng kerukunan harus senantiasa memperkuat Dialog antaragama, mempromosikan pemahaman yang inklusif, dan menjaga sikap saling menghormati.

Dalam konteks ini, istilah “Kristen Muhammadiyah” dan “NU Cabang Nasrani” mencerminkan semangat kerukunan yang telah dibangun antara umat Islam dan umat Kristen di Indonesia. Meskipun istilah tersebut tidak memiliki dasar teologis yang kuat, namun mereka mencerminkan hubungan yang erat dan solid antara kedua komunitas tersebut.

Diharapkan, semangat kerukunan dan toleransi ini terus diperkuat dan menjadi teladan bagi masyarakat Indonesia. Muhammadiyah, NU, dan komunitas Kristen harus terus berkolaborasi dan berbagi pengalaman dalam menjaga kerukunan umat beragama, sehingga Indonesia tetap menjadi negara yang berlandaskan Pluralisme dan Harmoni antarumat beragama.

Akhirnya, kerukunan umat beragama bukanlah sekadar slogan atau retorika kosong, melainkan harus menjadi praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kasih, saling menghormati, dan mengedepankan kepentingan bersama, Muhammadiyah, NU, dan komunitas Kristen dapat menjadi garda terdepan dalam membangun bangsa yang bermartabat dan sejahtera. (pp/net)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


    MAJALAH TERBARU

    Majalah Independen Edisi LIV

    Sponsor

    Wujudkan Supremasi Hukum
    <

    Majelis Dzikir Ustadz H. Hendra Zainuddin

    Bengkel Las Listrik Karya Jaya

    Perumahan

    xBanner Samping
    xBanner Samping
    Beranda Cari Trending Lainnya
    Dark Mode