Griya Literasi

Mengamati Kata “Sukacita” dalam Alkitab: Karunia Roh yang Menyertai Umat Allah

Minggu, 26 Mar 2023 11:23 3 menit membaca
PEMKAB MUBA

Sumsel Independen — “Sukacita” merupakan kata yang seringkali kita dengar dan rasakan dalam hidup kita. Namun, tahukah Anda bahwa dalam Alkitab, kata “sukacita” muncul dalam berbagai konteks dan kisah yang menarik? Bahkan, sukacita menjadi tema utama dalam keseluruhan kisah Alkitab.

Di dalam bahasa asli Alkitab, dalam bahasa Ibrani kuno, ada berbagai kata untuk menggambarkan suasana hati yang bahagia dan gembira, seperti Simka, Sason, atau Gill. Begitu juga dalam bahasa Yunani, ada kata seperti chara, yufroasune, atau agaliasis yang memiliki arti serupa. Namun, pada dasarnya, semua kata tersebut mengacu pada perasaan sukacita dan bahagia.

Yang membuat kata “sukacita” dalam Alkitab menarik adalah karena kata tersebut mengamati hal-hal yang mendatangkan kebahagiaan dan juga memperhatikan bagaimana sukacita menjadi tema utama dalam keseluruhan kisah Alkitab.

Di halaman pertama Alkitab, Allah berkata bahwa dunia ini sangat baik, sehingga orang-orang merasakan sukacita dari hal-hal yang indah dan baik dalam hidup mereka. Selain itu, orang juga menemukan sukacita dalam pesta pernikahan, anak-anak, atau wewangian yang menyentuh hidung kita. Namun, ironinya sejarah manusia juga berisikan kematian dan kehilangan.

Di sinilah iman dalam Alkitab memberi kita sudut pandang yang unik tentang sukacita, yang merupakan sikap yang diambil oleh umat Allah bukan karena keadaannya menyenangkan, melainkan karena mereka berpengharapan pada kasih dan janji Allah. Sebagai contoh, ketika orang Israel menderita dalam perbudakan di Mesir, Allah mengangkat Musa untuk memimpin mereka menuju kebebasan. Hal pertama yang mereka lakukan adalah bernyanyi dengan sukacita, meskipun mereka berada di tengah padang gurun yang belum aman dan masih jauh dari tanah perjanjian mereka.

Griya Literasi

Tema sukacita ini muncul lagi dalam kisah bangsa Israel ketika mereka menderita di bawah penindasan kerajaan asing. Nabi Yesaya menantikan hari di mana Allah akan mengangkat seorang penyelamat baru seperti Musa, dan pada saat itulah orang-orang yang dibebaskan Tuhan akan pulang ke Sion dengan sorak-sorai, dengan sukacita yang abadi.

Ketika Yesus dari Nazareth lahir, kelahiran-Nya diberitakan sebagai kabar baik yang membawa sukacita atau kesukaan besar. Kita melihat bahwa Yesus juga bergembira dan bersyukur kepada Allah Bapa ketika Ia mulai memberitakan Kerajaan Allah. Ia bahkan mengajarkan sukacita yang sama seperti yang di padang gurun kepada para pengikut-Nya. Kata-Nya, “jika karena mengikut aku kamu di aniaya, bersukacitalah dan bergembiralah karena upahmu besar di surga.”

Setelah kematian dan kebangkitan-Nya, Yesus memerintahkan para pengikut-Nya untuk pergi dan memberitakan kabar baik bahwa Dialah Raja atas dunia yang telah bangkit. Dan semakin mereka melakukannya, jemaat Kristen yang mula-mula ini dikenal penuh dengan sukacita, bahkan ketika mereka dianiaya. Seperti ketika Rasul Paulus sedang mendekap dalam penjara kotor di Roma yang dapat berkata bahwa ia memilih untuk bersukacita bahkan jika ia dihukum mati, dia menyebutnya bersukacita dalam iman atau bersukacita dalam Tuhan. Ia percaya bahwa sukacita merupakan karunia dari Roh Allah, tanda bahwa Yesus hadir beserta kita memberi kita pengharapan di tengah-tengah kesulitan. Dan kalau kita percaya bahwa kasih Yesus sudah mengalahkan kematian, maka bersukacita dalam situasi yang paling sulit pun dapat dilakukan. (pp)

Penulis: Petrus Pramono (Jurnalis Sumselindependen.com)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


    Sponsor

    Wujudkan Supremasi Hukum
    <

    Majelis Dzikir Ustadz H. Hendra Zainuddin

    Bengkel Las Listrik Karya Jaya

    Perumahan

    xBanner Samping
    xBanner Samping
    Beranda Cari Trending Lainnya
    Dark Mode