Griya Literasi

Presidium Forhati Sumsel Mendorong Keterwakilan Perempuan dalam Penyelenggara Pemilu

Selasa, 21 Mar 2023 16:04 4 menit membaca
PEMKAB MUBA

Sumsel Independen Presidium Forum Alumni HMI (Forhati) Sumatera Selatan Asih Wahyu Rini, MM  mendorong para aktivis perempuan, lembaga legislatif dan eksekutif untuk memastikan Keterwakilan Perempuan dalam penyelenggara Pemilu baik sebagai anggota KPU dan Bawaslu terutama periode mendatang. Untuk itu, Forhati menggelar Talk Show bertajuk Mengawal Keterwakilan Perempuan dalam Penyelenggara Pemilu di Sumsel.

“Kami melalui Forhati Sumsel mendorong semua unsur masyarakat baik legislatif maupun eksekutif berkomitmen untuk menjaga dan memastikan keterwakilan minimal 30 persen perempuan dalam lembaga penyelenggara Pemilu KPU dan Bawaslu,” ujar Asih Wahyu Rini seusai acara Talk Show Forhati.

Para pembicara Talk Show ini sangat menarik karena sebagian berstatus sebagai penyelenggara Pemilu, lembaga informasi, partai, dan anggota DPD RI. Masing masing memiliki pandangan yang berbeda.

Keterwakilan Perempuan dalam Penyelenggara Pemilu di Sumatera Selatan yang menurun menjadi perhatian. Walaupun dalam peraturan telah diakomodir untuk memperhatikan Keterwakilan Perempuan sebanyak 30 %, namun Keterwakilan Perempuan perlu mendapat perhatian dan patut diperjuangkan.

Hal itu mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) yang bertema Keterwakilan Perempuan dalam Penyelenggara Pemilu di Sumsel, yang dilaksanakan di Aula Pasca Sarjana UIN RAdan Fatah Palembang, Selasa (21/03).

Eva Yuliana, S.Pd.I Anggota Banwaslu Kota Palembang, yang menjadi salah satu pembicara, mengatakan, Sumatera Selatan merupakan salah satu dari 6 provinsi lainnya di Indoensia, dengan tingkat Keterwakilan Perempuan dalam Badan Pengawasa Pemilu (Banwaslu) yang rendah.

“Perempuan memiliki hak yang sama. Apalagi kalau dilihat dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) lebih banyak perempuan. Tentulah Keterwakilan Perempuan dalam penyelenggaran Pemilu perlu ditingkatkan,” kata Eva.

Walau demikian, Eva mengingatkan, Faktor budaya yang kadang menjadi penghalang bagi perempuan sendiri untuk terlibat aktif dalam jabatan publik, seperti penyelenggara Pemilu.

“Budaya patriarki yang menempatkan pria lebih dominan dari perempuan masih melekat dalam kehidupan di Indonesia. Hal tersebut perlu menjadi perhatian dan perjuangan tersendiri bagi kaum perempuan,” tegasnya.

Griya Literasi

Selain faktor budaya, perempuan juga perlu memperhatikan akses informasi dan jejaring yang luas sehingga perempuan mampu bersaing dengan baik dengan laki-laki.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi Informasi Sumsel Hibza Meiridha Badar, ST, SH, C.Med mengatakan, penurunan Keterwakilan Perempuan dalam penyelenggara Pemilu mengalami penurunan semenjak tahun 2007.

“Regulasi memang menempatkan kuota 30 persen perempuan, tapi itu hanya ‘memperhatikan’, bukan ‘mewajibkan’,” katanya.

Karena itu, Hibza menegaskan, pentingnya perempuan untuk meningkatkan kapasitas, kepercayaan diri, dan juga mental bersaing yang baik. “Pesaingan menjadi penyelenggara Pemilu atau jabatan publik lainnya, sangat ketat. Jangan sampai perempuan tidak memiliki mental bersaing yang tinggi. Kita (baca ; perempuan) harus menanamkan mental mampu bersaing sehat dengan laki-laki,” tegasnya.

Anggota KPU Ogan Ilir Titin Maryati, SH.I, MH.I mencontohkan keterwakialn perempuan yang baik di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ogan Ilir yang memiliki 3 orang perempuan komisioner. Walau dirinya juga menyadari penurunan Keterwakilan Perempuan dalam penyelenggara Pemilu di Sumsel.

“Keterwakilan perempauan dalam KPU di seluruh Sumsel hanya 16 persen. Ada 4 kabupaten kota bahkan yang tidak ada perempuannya,” kata Titin.

Angota KPU Ogan Ilir ini memperkirakan keterlibayan perempuan dalam Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Kabupaten Ogan Ilir masih di bawah 30 persen. Sedangkan Keterwakilan Perempuan lebih dari 50 persen di Pantarlih (Petugas Pendaftaran dan Pemutakhiran Data Pemilih) kabupaten Ogan Ilir.

Titin tidak begitu saja bangga, namun Dia mengingatkan jangan sampai perempuan hanya mampu bersaing di level bawah. Titin mengakui pengetahuan perempuan tentang Pemilu masih lebih rendah, kapaitas ini juga mempengaruhi daya saing kaum perempuan.

Pada kesempatan yang sama, Abdul Aziz Kamis dalam paparannya mengingatkan, perhatian terhadap kesetaran gender dan keterlibatan perempuan dalam penyelenggaran Pemilu tidak datang begitu saja.

“Dulu perempuan mungkin hanya berfikir sebatas menjadi guru atau ustadzah. Pasca reformasi issu kesetaraan gender dan keterlibatan perempuan mengemuka. Sekarang sudah masuk dalam kancah politik dan lebih luas lagi. Artinya, hal itu harus diperjuangkan, utamanya oleh perempuan itu sendiri,” kata politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini.

Aziz Kamis menambahkan, sinergi dalam organisasi lainnya yang memiliki perhatian yang sama terhadp issu perempuan ini juga perlu dilakukan. Perjuangan terhadap issu kesetaraan perempuan tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri.

“Jangan sampai perempuan merasa dan ingin tampil cantik sendirian diantara perempuan lainnya. Kalau seperti itu, bisa jadi perempuan sendiri melemahkan kaumnya,” canda Aziz Kamis yang juga menjabat Staf Khusus Gubernur Sumsel itu. (Ril)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


    MAJALAH TERBARU

    Majalah Independen Edisi LIV

    Sponsor

    Wujudkan Supremasi Hukum
    <

    Majelis Dzikir Ustadz H. Hendra Zainuddin

    Bengkel Las Listrik Karya Jaya

    Perumahan

    xBanner Samping
    xBanner Samping
    Beranda Cari Trending Lainnya
    Dark Mode