Griya Literasi

Terus Awasi Kegiatan Pertambangan dan Kasus Lingkungan

Senin, 16 Mar 2020 14:08 3 menit membaca
PEMKAB MUBA

Sumsel Independen – Seiring dengan besarnya potensi sumber daya energi yang dimiliki oleh Provinsi Sumatera Selatan, aktivitas pertambangan di daerah berlangsung demikian pesat. Dengan dalih pengelolaan sumber daya alam demi kemakmuran rakyat dan pembangunan, kegiatan penambangan tersebut pun kian ekspansif dari tahun ke tahunnya.

Ironinya, pesatnya aktivitas pertambangan tersebut belum diikuti dengan sistem pengawasan yang kuat dan komprehensif. Akibatnya, aktivitas pertambangan yang berlangsung selama ini masih diwarnai sejumlah masalah baik dari segi tata kelola penambangan yang baik, akuntabilitas, ataupun wawasan lingkungannya.

Dalam hal ini, Himpunan Advokasi Tambang dan Lingkungan Hidup (Hatamlah) akan turut hadir untuk memperkuat pengawasan tata kelola pertambangan dan dampak lingkungannya.

“Kita tahu Sumsel itu sangat kaya sumber daya energi mulai dari batubara, gas bumi, minyak bumi, panas bumi, gas metan, hingga mineral logam. Kegiatan pertambangannya pun demikian massif. Pertanyaannya, sejauh mana pengawasan oleh instansi terkait ataupun masyarakat selama ini. Faktanya, dunia pertambangan di Sumsel sejauh ini masih diwarnai masalah,” kata Ketua Hatamlah Sumsel, Hendri Zainuddin melalui kegiatan Launcing komunitas Hatamlah Sumsel di Numa Cafe Palembang, Minggu (08/03) malam.

Melalui kegiatan yang dihadiri oleh puluhan perwakilan elemen masyarakat, Hendri Zainuddin menunjukkan salah satu bukti masih karut-marutnya dunia pertambangan di daerah ini.

“Kita bisa lihat hasil Monev Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Komisi Pemberantasan Korupsi RI tahun 2016 terhadap dunia pertambangan di Sumatera Selatan, dimana dari 358 IUP (Izin Usaha Pertambangan), sebanyak 82 IUP yang non clear and clean/CnC”, ujar mantan Anggota DPD RI Dapil Sumsel tersebut.

Jika mengacu pada aspek-aspek yang menjadi sasaran utama Korsup Minerba KPK RI tersebut, imbuh Hendri Zainuddin, maka kegiatan pertambangan yang tidak CnC itu masih bermasalah dalam lima hal, yaitu penataan izin usaha pertambangan (IUP), pelaksanaan kewajiban keuangan pelaku usaha, pelaksanaan pengawasan produksi pertambangan, pelaksanaan kewajiban pengolahan/pemurnian hasil tambang, serta pelaksanaan pengawasan penjualan dan pengangkutan/pengapalan hasil tambang.

“Ini belum bicara dampak lingkungan yang dari tahun ke tahun intensitasnya meningkat. Berdasarkan catatan akhir tahun 2019 WALHI Sumsel misalnya, suhu tertinggi Sumsel 2019 tercatat 37 derajat atau meningkat sekitar 0,39 derjat dalam dua tahun terakhir. Sepanjang Januari-Desember 2019 kita pun disibukkan dengan penanganan bencana ekologis, banjir, longsor, krisis air, karhutlah dan konflik harimau dengan manusia,” tuturnya.

Ia menegaskan, berdasarkan hasil kajiannya dengan para pihak, ia pun memprediksi permasalahan dunia tambang dan dampaknya bagi lingkungan akan terus terjadi seiring masih lemahnya pengawasan.

“Sebaliknya, masih akan terjadi berbagai bentuk ketidakpatuhan dalam hal teknis pertambangan, konservasi sumber daya minerba, keselamatan kerja pertambangan, pengelolaan lingkungan hidup, serta reklamasi dan penanganan pascatambang,” katanya.

Hendri berharap, pengawasan yang dilakukan komunitas Hatamlah Sumsel akan mendorong pemerintah dan pelaku pertambangan untuk senantiasa berkomitmen mengelola besarnya potensi sumber daya energi di daerah ini dengan baik.

“Tujuannya agar bermanfaat maksimal bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Bumi Sriwijaya ini. Selain itu, agar kondisi alam di daerah ini tetap lestari dan tidak terancam bencana,” pungkasnya. (rill)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


    MAJALAH TERBARU

    Majalah Independen Edisi LIV

    Sponsor

    Wujudkan Supremasi Hukum
    <

    Majelis Dzikir Ustadz H. Hendra Zainuddin

    Bengkel Las Listrik Karya Jaya

    Perumahan

    xBanner Samping
    xBanner Samping
    Beranda Cari Trending Lainnya
    Dark Mode