“Ada faktor keluarga, faktor lingkungan belajar, bencana alam, kesulitan ekonomi, pandemi, pengalaman tindak kekerasan, ketiadaaan akses pada pelayanan kebutuhan dasar, kurangnya dukungan dari orang-orang disekitar, ketidak adilan hingga kesemerawutan kota. Macet itu bisa memicu masalah kesehatan mental kita,” tuturnya.
Menurut Budi, setiap mahasiswa tentu akan memiliki respon yang berbeda terhadap setiap permasalahan eksternal yang menggangu kesehatan mentalnya. Agar gangguan kesehatan mental segera hilang maka seorang mahasiswa harus memiliki pola pikir yang tepat.
“Seorang mahasiswa harus mampu mengembangkan respon-respon baru yang lebih baik dan lebih sehat untuk hari ini dan masa depan. Serta tak terjebak di faktor-faktor penyebab yang sering kali terjadi di masa lalu,” terangnya.
Ditekankan Budi, Kondisi kesehatan mental seseorang akan terus berubah dari waktu ke waktu.
“Penting bagi para mahasiswa untuk terus menerus menyadari kondisi kesehatan mentalnya dan terus berusaha menjaga agar tetap berfikir dan bertingkahlaku positif serta menjaga kestabilan emosi,” tandasnya. (Tim/JMSI)
<
Tidak ada komentar