Sumsel Independen — Keterwakilan perempuan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan demokrasi dan politik. Hal tersebut agar perempuan mampu mengakomodasi dan mengekspresikan kepentingannya secara massif bukan hanya dalam konteks menyuarakan saja, namun juga perempuan mampu memiliki akses kebijakan dengan menduduki suatu jabatan publik tertentu, seperti penyelenggara pemilu. Hal ini disampaikan langsung oleh Anita Sari, Ketua Kopri PKC PMII Sumsel, Rabu (14/06/2023).
Ia mengatakan, pada dasarnya affirmative action atau memperhatikan keterwakilan minimal 30% perempuan di KPU dan Bawaslu merupakan amanat dari Pasal 10 ayat (7) dan Pasal 92 ayat (11) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. “Affirmative action ini merupakan cara yang dipilih oleh negara sebagai jawaban terhadap kondisi sosial yang diskriminatif, adanya ketidaksetaraan dan marginalisasi disegala bidang kehidupan akibat struktur patriarki dilevel publik dan privat,” ungkapnya.
Ada beberapa alasan pentingnya keterlibatan perempuan sebagai penyelenggara pemilu, pertama, dengan adanya keterwakilan perempuan 30 % sebagai penyelenggara pemilu itu jelas sudah mematuhi amanat dari konstitusi, dan kewajiban bersama warga negara untuk mematuhi konstitusi tersebut. Kedua, kehadiran perempuan sebagai penyelenggara pemilu dapat mendorong peningkatan partisipasi politik perempuan di berbagai lembaga politik yang ada, dengan hadir nya perempuan sebagai penyenggara pemilu menjadi penyemangat bagi perempuan-perempuan lainnya untuk terlibat aktif dalam berbagai arena politik praktis lainnya. Ketiga, dengan adanya perempuan sebagai penyelenggara pemilu dapat melakukan pengawalan dan pengawasan terhadap suara perempuan yang bertarung di arena politik.
“Saya berharap agar Timsel dapat memastikan bahwa Bawaslu terpilih nanti yang akan dikirimkan kepada Presiden adalah figur-figur yang memahami dan berpihak pada nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender, anti-KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), anti-kekerasan (khususnya bukan pelaku ataupun orang yang permisif pada kekerasan dalam rumah tangga dan tindak kekerasan seksual), serta menghargai perbedaan dan keberagaman,” pungkasnya. (ril)
<
Tidak ada komentar