Griya Literasi

Dampingi Kasus Anak Sejak Awal Terima Laporan

Kamis, 22 Jun 2023 20:24 4 menit membaca
PEMKAB MUBA

Sumsel Independen — Kasus anak dan perempuan terus jadi perhatian Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kabupaten Lahat. Sejak adanya laporan pertama terjadi kasus, pihak Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan Anak (UPT PPA) tak hentinya lakukan pendampingan terhadap korban, bahkan setelah masalah hukum selesai dan pelaku mendapat ganjarannya.

Salah satu kasus yang diberikan pendampingan oleh pihak UPT PPA Lahat yakni kasus pencabulan anak. Pelakunya, seorang guru ngaji, Selamat Waluyo (53), warga Kota Lahat, dengan korban A (13), merupakan salah satu muridnya.

“Sejak awal kami terima laporan kasus apapun itu yang berkaitan dengan perempuan, khususnya anak selalu kami dampingi mereka dari awal sampai pelaku dapat ganjarannya sesuai hukum,” jelas Kepala Dinas PPPA Kabupaten Lahat Hj Nurlela SAg, melalui Kepala UPT PPA Lena Ernawati SPd, Kamis (22/6/2023).

Lena mengatakan, kasus anak A dengan pelaku Slamet Waluyo, pihaknya sudah memberikan pendampingan dari awal laporan yakni sejak April lalu. Korban juga diberikan pendampingan, dengan trauma healing asesmen psikologi, menawarkan untuk A supaya lanjutkan sekolah, dan ketika urusan hukum sampai pelaku dinyatakan bersalah.

“Tidak mungkin kami bisa tenang dan diam saja, saat terima laporan. Apalagi kasus A juga terjadi sampai kurang lebih 3 tahun,” ungkapnya.

Sebelumnya, UPT PPPA Kabupaten Lahat, terima laporan pendampingan anak dugaan kasus pencabulan, pada April 2023 lalu. Pelakunya, ternyata seorang guru ngaji, Selamat Waluyo (53), warga Kota Lahat, dengan korban A (13), merupakan salah satu muridnya.

Dari keterangan korban, kejadian bermula sekitar tahun 2020, saat korban duduk di kelas V SD. Awalnya pelaku diiming-imingi jajan snack ke warung waralaba. Setelah pelaku dan korban berbelanja, korban dibawa ke sebuah rumah kosong yang berada tidak jauh dari rumah pelaku. Saat tiba di rumah kosong tersebut, korban sempat memberontak namun pelaku memberikan ancaman kepada korban. Bila korban tidak menuruti keinginan pelaku, maka korban harus mengganti semua jajanan yang sudah diberikan kepada korban. Sehingga, mau tidak mau korban menuruti untuk memenuhi napsu pelaku, dengan berhubungan badan.

“Kejadian ini sudah berlangsung hampir tiga tahun ini dan hubungan intim tersebut sudah sering dilakukan pelaku kepada korban. Korban juga saat ini berstatus tidak sekolah, hanya tamat SD saja,” kata Lena.

Selama hampir tiga tahun tersebut, selain diiming-imingkan dengan belanja di waralaba, korban juga diiming-imingkan dengan dibelikan satu porsi ayam geprek. Tidak sampai disitu, terkadang korban juga terima ancaman, bila tidak melayani pelaku maka pelaku akan mencari korban berikutnya yakni murid ngaji lainnya. Kejadian akhirnya mencuat ketika korban menceritakan peristiwa tersebut ke teman terdekatnya, lalu teman korban melaporkan kejadian tersebut kepada bibi korban.

Bibi korban dengan didampingi paman dan ibu korban lalu melaporkan kejadian itu kepada ketua RT setempat. Selanjutnya, ketua RT membantu untuk membuat laporan kepada pihak kepolisian dan meminta pendampingan kepada pihak UPT PPA. Mencuatnya peristiwa ini juga, sempat membuat masyarakat geram terhadap pelaku. Selama masih dalam tahap laporan ini, pelaku tidak diperbolehkan untuk keluar rumah.

“Pelaku ini sering berboncengan dengan korban, mungkin karena mereka hubungan guru dan murid, jadi tidak ada masyarakat yang curiga, apalagi korban juga anak yatim. Menurut keterangan korban, hubungan badan tersebut juga pernah terjadi di rumah pelaku,” ujar Lena.

Lena semakin dibuat geram ketika dirinya menerima surat keterangan yang menyatakan telah kawin (nikah siri) palsu. Saat penandatanganan surat tersebut, korban diberikan uang sebesar Rp 300.000, diantaranya Rp 250.000 untuk diberikan kepada ibu korban dan Rp 50.000 sebagai mas kawin. Pelaku menyiapkan seolah-olah terjadi pernikahan dibawah tangan. Pelaku mengatakan kepada korban, bahwa surat tersebut menandakan mereka telah sah bersuami istri, tapi menurut korban dirinya tidak mengerti hal tersebut. Bahkan antara pelaku juga memiliki nama panggilan spesial kepada korban yaitu umi.

“Surat keterangan tersebut buatan pelaku dan tanda tangan wali hakim serta saksi juga dipalsukan. Surat tertera dibuat tahun 2021. Bahkan setelah kasus terungkap, ketua RT sempat mendapat surat kaleng dari orang tidak dikenal, supaya kasus cepat ditanggapi pihak kepolisian,” tambahnya. (via)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


    MAJALAH TERBARU

    Majalah Independen Edisi LIV

    Sponsor

    Wujudkan Supremasi Hukum
    <

    Majelis Dzikir Ustadz H. Hendra Zainuddin

    Bengkel Las Listrik Karya Jaya

    Perumahan

    xBanner Samping
    xBanner Samping
    Beranda Cari Trending Lainnya
    Dark Mode